Dia hamil! Bagaimana cara menjaga perasaannya?

(Konten HTML direvisi pada 11/2019)

Indeks

Dia Hamil …

  • Sebagai calon ayah,

    Anda mungkin khawatir dengan kesehatan dan keselamatan pasangan Anda selama kehamilan.

  • Sebagai ayah baru,

    Anda mungkin begitu kewalahan dengan rutinitas perawatan bayi sehingga tidak punya waktu untuk memperhatikan emosi pasangan Anda, bahkan emosi Anda sendiri.

  • Sebagai kakek dan nenek,

    Anda dapat dengan hati-hati menyiapkan banyak makan bergizi untuk sang ibu baru.

  • Sebagai teman,

    Anda akan menasihati ibu baru untuk lebih banyak istirahat.

Apakah sebagai keluarga atau teman, adalah penting bagi Anda untuk memelihara kesehatan fisik ibu sebelum dan sesudah persalinan, tetapi kesehatan mentalnya juga penting.

Penelitian menunjukkan bahwa jika ibu memelihara kesejahteraan mental yang sehat sepanjang kehamilan, dia akan lebih mampu mengatasi perubahan fisik dan emosi selama kehamilan serta stres dalam merawat bayi. Dengan kesehatan mental ibu yang bagus, janin akan berkembang menjadi anak yang sehat dengan emosi dan perilaku yang lebih stabil. Selanjutnya, ayah akan lebih mampu menghadapi perubahan setelah kelahiran bayi. Oleh karena itu, orangtua baru dapat membangun keluarga yang bahagia dan sehat bersama.

Buklet ini akan membantu Anda memahami perubahan emosional yang dialami ibu sebelum dan sesudah melahirkan, dan cara mencari bantuan pada saat dibutuhkan.

Perjalanan dari kehamilan hingga kelahiran

Dari sejak hamil hingga melahirkan, ayah dan ibu mungkin mempunyai pemikiran dan perasaan positif atau negatif dengan beragam perwujudan. Pemikiran dan emosi ini adalah alami, tidak ada benar atau salah.

Titik awal: Kita akan segera punya bayi!

  • Antisipasi penuh semangat (Akhirnya, buah cinta kita segera hadir!)
  • Kesal (Ibu mertuaku berkata, “Kamu harus…”; Aku tidak boleh makan…? Aku harus makan lebih banyak makanan sehat…?)
  • Gelisah (Persalinan alami atau operasi sesar?;Apakah bayi akan dibesarkan orangtua atau aku sendiri?; Apakah aku harus mempekerjakan pembantu rumah tangga atau pengasuh bayi?)

Aku melahirkan!

  • Sayang (Istriku menghadirkan kehidupan baru ke dunia! Ini adalah sebuah tugas yang menakutkan dan dia berhasil melakukannya dengan baik!)
  • Gembira (Setelah menunggu sekian lama, bayiku akhirnya hadir!)

Bayi lahir!

  • Sayang (Lihat, bayi tersenyum! Lihat, bayi bergerak!)
  • Merindukan bayi (Aku tidak sabar ingin segera menyelesaikan pekerjaan dan melihat bayiku!)
  • Kesal (Mengapa bayiku selalu menangis? Bayi selalu menangis tak peduli apa yang telah aku lakukan.)
  • Bingung dan tidak berdaya (Orang banyak bicara tentang perawatan bayiku. Merawat bayi itu sungguh tidak mudah!)
  • Gelisah (Hidupku jadi terbalik! Aku tidak punya waktu dan ruang untuk diriku sendiri.)
  • Kecewa (Setelah melahirkan bayi, istriku tampak tidak tertarik sama sekali untuk bercinta…)

Waktu cepat sekali berlalu! Bayi kita sudah berusia beberapa bulan!

  • Puas (Bayi berusia 6 bulan! Reaksinya super lucu!)
  • Mengharukan (Meski tantangan merawat bayi itu besar, hanya dengan melihat dia tumbuh besar setiap hari sudah membuat semuanya begitu bermakna. Aku lupa dengan semua kesulitanku.)

Perubahan emosi prapersalinan

Ayah: Aku dan istriku senantiasa mendambakan seorang bayi. Bagaimana mungkin dia menjadi tertekan?

Ibu: Aku sering mendengar tentang depresi pascapersalinan, tapi sama sekali belum pernah mendengar tentang depresi prapersalinan!

  • Kehamilan menyebabkan banyak sekali kegembiraan dan antisipasi. Tapi, kita tidak boleh mengabaikan emosi lain yang mungkin dialami ibu selama berbagai tahap kehamilan baik sebelum maupun setelah melahirkan. Sebagian emosi ini meliputi kegelisahan, kebingungan, ketidakberdayaan, dan sifat lekas marah.
  • Selain tantangan pascapersalinan, ibu mungkin juga mengalami masalah emosional sebelum melahirkan.
  • Mari kita perhatikan masalah emosional prapersalinan dan pengaruhnya, serta kiat untuk memelihara kesehatan mental ibu selama kehamilan.

Masalah keadaan emosi prapersalinan:

  • Wanita hamil seringkali mengalami sejumlah perubahan fisik, bahkan ketidaknyamanan, maka gaya hidupnya perlu disesuaikan sedemikian rupa. Penyesuaian ini mungkin juga memengaruhi emosinya. Dia mungkin mencemaskan perkembangan sang janin, atau pengaturan perawatan anak pascapersalinan. Sepanjang perjalanan kehamilan, ibu kadang-kadang mengalami berbagai macam gangguan emosi. Adalah penting bagi keluarga dan teman untuk memberikan perhatian kepada kesehatan mental ibu.
  • Secara umum, perbedaan reaksi emosi orang terhadap berbagai perubahan dalam kehidupan adalah alami. Namun demikian, jika kesedihan yang berkelanjutan atau kegelisahan berlangsung selama lebih dari 2 minggu dan fungsi ibu sehari-hari sangat terpengaruh, dia mungkin terkena depresi prapersalinan.

Pengaruh masalah keadaan emosi prapersalinan:

  • Jika wanita terkena masalah emosi, keadaan mental, fungsi sehari-hari, performa kerjanya mungkin terpengaruh, dan ini dapat meluas hingga memengaruhi hubungan juga.
  • Masalah emosi prapersalinan dapat berpotensi memengaruhi perkembangan janin. Ibu yang menderita depresi prapersalinan dapat berisiko lebih tinggi mengalami keguguran atau kelahiran prematur. Selanjutnya, penemuan riset menunjukkan bahwa ibu yang mengalami depresi prapersalinan atau kegelisahan selama kehamilan lebih cenderung mempunyai bayi yang sulit mengatur emosi dan mengontrol perilaku.
  • Ibu dengan depresi atau kegelisahan prapersalinan juga berisiko lebih tinggi mengalami depresi pascapersalinan.

Merawat ibu hamil:

Keluarga dan teman dapat merujuk ke bab mengenai "Identifikasi Dini" dan "Mencegah depresi prapersalinan atau pascapersalinan" untuk penjelasan detail mengenai merawat kesehatan emosi calon ibu.

Perubahan emosi pascapersalinan

Ibu A: Saya senantiasa merasa lelah dan tidak bernafsu makan… Kadang-kadang saya cemas bayi tidak cukup makan, tidak merasa nyaman… Apakah saya terkena depresi pascapersalinan?

Ibu B: Saya baik-baik saja. Setiap orang merasa gelisah dan jengkel setelah melahirkan. Saya hanya ingin tidur dan istirahat, lalu saya akan merasa baik-baik saja!

  • Apakah normal mengalami fluktuasi emosi setelah melahirkan? Pada titik apa akan dianggap sebagai depresi pascapersalinan? Apakah gejala depresi pascapersalinan?
  • Marilah kita kenali insiden, presentasi klinis dan tata laksana berbagai masalah keadaan emosi pascapersalinan.

Setelah melahirkan, karena perubahan hormon, perubahan peran, tantangan dalam perawatan bayi, dan masalah keluarga, ibu mungkin berisiko lebih tinggi menderita masalah keadaan emosi.

Terdapat 3 kategori masalah keadaan emosi pascapersalinan:

  1. Baby Blues
  2. Depresi Pascapersalinan
  3. Psikosis Pascapersalinan

Masing-masing kategori tersebut mempunyai insiden, presentasi klinis, tingkat keparahan, dan tata laksana.

  1. Baby Blues
    • Gangguan emosi memengaruhi 40 - 80% wanita pascapersalinan.
    • Ini biasanya muncul dalam 3 - 5 hari setelah melahirkan.
    • Termasuk dalam gejalanya adalah perubahan keadaan emosi, sering menangis, insomnia, dan lekas marah. Keadaan ini bersifat sementara dan gejalanya relatif ringan.

    Tata laksana: Dengan perawatan dan dukungan yang tepat, gejala tersebut sering hilang secara spontan dalam beberapa hari.

  2. Depresi Pascapersalinan
    • Insiden depresi pascapersalinan adalah sekitar 13 -19% secara global. Di Hong Kong, salah satu dari sepuluh wanita pascapersalinan menderita depresi pascapersalinan.
    • Keadaan emosi pascapersalinan yang bersifat depresif dapat muncul tanpa tanda-tanda, dan lambat-laun dapat menjadi parah. Serangan gejalanya biasanya dalam 6 minggu, tapi juga dapat terjadi setiap saat dalam setahun setelah kelahiran.
    • Jika gejala berikut tetap ada selama lebih dari 2 minggu, kemungkinan menderita depresi pascapersalinan adalah tinggi:
      • Merasa sedih dan menangis hampir sepanjang hari, hampir setiap hari, seperti merasa depresi dan sedih, menangis tanpa alasan yang jelas
      • Tidak tertarik melakukan aktivitas apa pun yang dulu menjadi minatnya (bahkan tidak tertarik dengan anaknya)
      • Nafsu makan terganggu
      • Insomnia atau bangun pada dini hari
      • Kelelahan dan hilang energi sepanjang hari
      • Sulit berkonsentrasi atau membuat keputusan
      • Merasa bersalah, tidak berguna, dan tidak punya harapan
      • Kecemasan dan sifat lekas marah yang berlebihan

    Tata laksana: Sebagian besar ibu biasanya pulih dari depresi pascapersalinan, jika kondisi itu diidentifikasi lebih dini dan menerima perawatan dan dukungan yang tepat dari keluarga.

  3. Psikosis Pascapersalinan
    • Ini adalah kondisi langka yang hanya memengaruhi 0,1 - 0,5% wanita pascapersalinan.
    • Gejalanya biasanya terjadi parah dan tiba-tiba dalam 2 minggu setelah persalinan.
    • Terdapat 3 jenis gejala utama:
      • Halusinasi pendengaran (mendengar suara yang tidak ada)
      • Pemikiran yang ganjil merasa disakiti orang lain
      • Ingin menyakiti diri sendiri atau menyakiti bayinya

    Tata laksana: Psikosis Pascapersalinan adalah darurat psikiatri. Perlu segera dirujuk ke psikiater atau dibawa ke Instalasi Gawat Darurat rumah sakit.

Faktor risiko utama depresi pascapersalinan

Ayah A: Istri saya pernah mengalami depresi pascapersalinan sebelumnya. Karena dia sekarang hamil lagi, apakah dia akan mengalaminya lagi?

Nenek: Anak perempuan saya itu kuat. Menurut saya dia tidak akan mengalami depresi pascapersalinan.


Ayah B: Ibu saya siap membantu, dan kami punya pengasuh bayi dan pembantu rumah tangga – kami punya banyak bantuan! Kami juga tidak perlu mencemaskan masalah keuangan. Bagaimana mungkin istri saya mengalami depresi?

  • Penyebab pasti depresi pascapersalinan tidak diketahui. Riset menunjukkan ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan faktor risiko depresi pascapersalinan pada wanita.
  • Sebagian dari faktor ini dapat dicegah, atau ditangani melalui identifikasi dini dan perawatan yang tepat.
  • Mari kita lihat faktor risiko utama depresi pascapersalinan.

Faktor klinis

  • Riwayat penyakit mental yang termasuk gangguan depresi dan kegelisahan
  • Mempunyai gejala depresi atau kegelisahan selama kehamilan

Faktor psikososial

  • Kepribadian yang rentan gelisah
  • Kurangnya dukungan sosial
  • Masalah signifikan dalam hubungan dengan pasangan
  • Hubungan dengan ipar yang buruk
  • Kekerasan dalam rumah tangga
  • Kesulitan keuangan

Faktor yang berhubungan dengan kehamilan, persalinan, dan bayi

Misalnya,

  • Komplikasi sebelum dan setelah persalinan
  • Operasi sesar darurat
  • Keguguran dan kesulitan kehamilan sebelumnya
  • Kehamilan yang tidak terencana atau perasaan ambivalen terhadap kehamilan
  • Bayi lahir dengan penyakit bawaan atau kelahiran prematur

Identifikasi dini

Ayah: Istriku sayang, kamu akan baik-baik saja jika kamu tidak terlalu khawatir.

Nenek: Anakku senantiasa merasa gugup. Jadi aku akan membiarkannya menjadi dirinya sendiri seperti biasa!

  • Kata-kata yang menenteramkan dari ayah baru atau kakek dan nenek maksudnya baik, tapi anggota keluarga ini mungkin mengabaikan kemungkinan ibu mengalami depresi prapersalinan atau pascapersalinan.
  • Jika anggota keluarga lebih menyadari kondisi ibu, depresi prapersalinan atau pascapersalinan dapat diidentifikasi lebih dini, dengan demikian dapat dicari bantuan yang tepat. Dengan itu, mencegah risiko masalah keadaan emosi yang memburuk, yang mungkin telah memengaruhi kesejahteraan keluarga.
  • Marilah kita pelajari cara mengidentifikasi tanda-tanda masalah keadaan emosi prapersalinan dan pascapersalinan sejak dini.

Sebagai pasangan, anggota keluarga atau temannya:

  • Anda dapat lebih memperhatikan perubahan pada pemikiran, emosi, perilaku, dan kondisi fisik ibu sebelum dan setelah bayi lahir.
    • Pikirannya:

      Dia mungkin terus-menerus berpikiran negatif, termasuk meragukan kemampuannya, bereaksi berlebihan pada komentar orang lain, dengan mudah menegaskan kritik orang lain terhadap dia, berpandangan negatif pada bayi dan masa depannya, terlalu cemas dan terlalu gelisah, dll.

    • Emosinya:

      Sedih dan menangis, tidak berenergi, pesimis, cemas, gelisah, merasa tidak berdaya, takut, ragu, kesal, dan berbagai perubahan keadaan emosi, dll.

    • Kondisi fisik:

      Insomnia, nafsu makan buruk, dll.

    • Perilakunya:

      Kegelisahan, menjadi kesal pada hal-hal sepele, menangis tanpa alasan yang jelas, perilaku yang tidak tepat seperti terus-menerus memeriksa napas bayi atau apakah bayi tidak sehat.

  • Anda dapat mengambil inisiatif untuk berkomunikasi dengannya, sehingga dia dapat menyampaikan perasaan dan pikirannya.

Jika gejala-gejala ini berlanjut selama lebih dari 2 minggu baik sebelum atau setelah bayi lahir, dan memengaruhi fungsi ibu sehari-hari secara signifikan, sang ibu sebaiknya didorong untuk secepat mungkin mencari bantuan profesional.

Mencegah depresi prapersalinan atau pascapersalinan

Ibu A: Aku cinta suamiku karena membantu meringankan beban kerjaku: dia membersihkan rumah, mengganti popok, dan memandikan bayi.

Ibu B: Aku harap setiap orang tahu aku telah melakukan yang terbaik. Kadang-kadang aku benar-benar merasa tidak tahu apa yang diinginkan bayi dan mengapa dia menangis!

  • Kata-kata di atas adalah dari ibu yang berharapbisa dipahami oleh keluarga atau temannya. Sebagai pasangan, dan kakek/nenek atau ipar, apa yang dapat kita lakukan untuk membantu mencegah depresi prapersalinan atau pascapersalinan bagi sang ibu? Mari kita cermati bersama.

Sebagai kakek/nenek dan ipar:

  • Kita hidup di zaman modern di mana hal-hal berubah dengan cepat. Perbedaan cara membesarkan anak antar generasi itu adalah wajar. Saya berpikiran terbuka dan berkomunikasi dengan generasi yang lebih muda tentang kebiasaan dan gaya hidup mereka selama kehamilan dan persalinan. Apabila waktunya tepat, saya dapat berbagi pengalaman dengan saling menghormati. Saya juga harus memahami bahwa mereka tidak harus mengikuti praktik yang sama persis dengan yang saya praktikkan.
  • Kadang-kadang, saya juga dapat membantu merawat bayi, sehingga orangtua muda dapat menghabiskan lebih banyak waktu untuk memupuk hubungan yang mesra.

Sebagai pasangan, saya dapat:

  • Membuat persiapan yang tepat selama kehamilan, misalnya, membuat perencanaan keluarga dan keuangan yang layak.
  • Belajar lebih banyak tentang kehamilan, persalinan dan perawatan bayi dengan dia untuk meminimalkan kegelisahannya dan membuat harapan yang realistis menjadi orangtua melalui berbagai cara mis. mengikuti seminar dan lokakarya mengenai perawatan prapersalinan dan pengasuhan.
  • Bekerja sebagai tim untuk memenuhi tuntutan kehamilan, misalnya, mendampinginya menjalani pemeriksaan rutin.
  • Mengambil inisiatif untuk berbagi tanggung jawab rumah tangga dan perawatan bayi, sehingga dia dapat beristirahat lebih banyak.
  • Merawat emosinya dengan baik. Berusaha memahami perubahan emosi yang dia alami selama kehamilan dan setelah persalinan. Memberinya waktu dan ruang untuk menyatakan pemikiran dan perasaannya. Mendengarkannya dengan sabar dan tidak buru-buru memberi nasihat.
  • Memberinya lebih banyak dorongan; mengiriminya kata-kata manis, pesan teks atau catatan untuk memvalidasi upayanya. Misalnya, “Aku menghargai upayamu.” “Menyusui memerlukan banyak energi dan kesabaran dan kamu hebat!”.
  • Memperhatikan kondisi kesehatannya selama kehamilan dan setelah persalinan serta menyesuaikan kehidupan seks.
    (Misalnya, lihat "Kehidupan Seks yang Sehat Sebelum dan Sesudah Melahirkan" di situs web Layanan Kesehatan Keluarga, Departemen Kesehatan http://s.fhs.gov.hk/svx7s)
  • Mendorong dia untuk meluangkan waktu melakukan kegiatan di waktu luang dan beristirahat, seperti tidur siang, berjalan-jalan, atau bertemu teman.
  • Lebih banyak berbagi pengalaman tentang kehamilan dan perawatan bayi dengan orangtua lain. Ini juga bisa meningkatkan dukungan sosial.
  • Belajar lebih banyak tentang permasalahan prapersalinan dan pascapersalinan. Mendorong dia dan mendampinginya mencari bantuan profesional saat diperlukan.

Saya juga harus merawat diri

Ayah A: Hanya wanita yang mengalami gangguan keadaan emosi pascapersalinan. Bagaimana mungkin pria juga terdampak? Tidak mungkin!

Ayah B: Saya adalah pria yang kuat dan cakap, saya tidak mungkin terpengaruh oleh emosi!

  • Apakah itu pasangan atau anggota keluarga, orang cenderung merasa stres saat merawat calon ibu atau ibu baru yang merasa tertekan. Penemuan riset menunjukkan bahwa jika ibu mengalami depresi pascapersalinan, risiko pasangannya untuk juga mengalami keadaan emosi yang depresif adalah lebih tinggi. Karena itu, sebaiknya Anda juga merawat diri Anda sendiri selagi merawat pasangan Anda.

Sebagai pasangan atau anggota keluarga, saya perlu:

  • Menentukan harapan yang realistis untuk diri saya sendiri. Saya bukan manusia super! Saya tidak mungkin memecahkan semua masalah atau mengharapkan diri saya sendiri menjadi “ayah / pasangan / anggota keluarga yang sempurna”.
  • Menerima emosi negatif saya. Saya mungkin juga merasa kesal jika dia mengalami depresi prapersalinan atau pascapersalinan. Misalnya:
    • Sulit menerima bahwa dia sakit
    • Merasa bersalah karena emosi negatifnya
    • Merasa frustrasi dengan keengganannya mencari bantuan
    • Mencemaskan dirinya dan sang bayi
    • Merasa seperti tidak berdaya dengan kondisi keadaan emosi pasangan yang terus-menerus…

    Saya perlu menerima semua perasaan ini.

  • Tetap terhubung dengan teman dan keluarga. Menemukan seseorang yang saya percaya untuk berbagi perasaan dan dapat membantu saya meringankan stres.
  • Memperkuat jaringan dukungan sosial dengan orangtua lainnya. Dengan menghadapi tantangan yang mirip dengan orang lain, kita tidak akan merasa sendiri.
  • Memelihara gaya hidup yang sehat. Tidak merokok, tidak minum. Meluangkan waktu untuk kegiatan di waktu senggang dan beristirahat, sehingga saya dapat meringankan stres.
  • Berfokus pada hal-hal positif dan menghargai diri saya diri. Berusaha menghargai diri sendiri dan mengingatkan saya sendiri seberapa besar kontribusi saya pada keluarga ini.
  • Berusaha menjaga hubungan dengan pasangan saya. Kadang-kadang, kita sebaiknya mempekerjakan pengasuh bayi sehingga kita dapat menikmati waktu pribadi.
  • Apabila tidak dapat mengatasi rasa stres saya, sebaiknya saya akan mencari bantuan dari profesional.

Cara mencari bantuan

Ayah: Jika istri saya menderita masalah keadaan emosi prapersalinan atau pascapersalinan, ke mana dapat mencari bantuan?

Nenek: Cucu saya berusia 2 bulan. Ibunya masih lekas marah, sangat resah, dan sering menangis. Ke mana dapat mencari bantuan?

  • Anda dapat membuat janji temu dengan dokter keluarga atau dokter kandungan untuk penilaian dan tata laksana pemeriksaan awal. Jika perlu, mereka akan merujuk Anda ke spesialis.
  • Atau Anda dapat membuat jadwal untuk bertemu dengan psikiater swasta atau psikolog klinis untuk memperoleh pemeriksaan dan perawatan profesional.
  • Anda juga dapat mempertimbangkan pekerja sosial atau petugas penyuluhan untuk memperoleh penilaian atau rujukan.
  • Apabila ibu menderita masalah keadaan emosi pascapersalinan, Anda dapat menghubungi Pusat Kesehatan Ibu dan Anak di area pemukiman Anda untuk membuat janji temu dengan perawat guna memperoleh penilaian awal dan rujukan ke layanan yang tepat. Rujukan ke layanan yang tepat akan dibuat.

Informasi terkait

Layanan dan hotline penyuluhan

Organisasi Samaritan Hong Kong 2389 2222
Layanan Pencegahan Bunuh Diri 2382 0000
Hotline 24 jam Departemen Kesejahteraan Sosial 2343 2255
Kesehatan Mental Langsung 24 jam Otoritas Rumah Sakit 2466 7350

Lainnya

Hotline Informasi 24 jam Layanan Kesehatan Keluarga, Departemen Kesehatan 2112 9900
Hotline Menyusui, Departemen Kesehatan 3618 7450
Hotline Pendidikan Kesehatan, Departemen Kesehatan 2833 0111
Situs web Layanan Kesehatan Keluarga, Departemen Kesehatan www.fhs.gov.hk
Direktori Perawatan Tingkat Utama (Anda dapat menggunakan direktori ini untuk mencari dokter keluarga yang tepat.) www.pcdirectory.gov.hk

Dengarkan dan perhatikan Ibu baru

Menjaga kesehatan mental yang baik itu adalah penting

Pelajari lebih lanjut tentang apa dan bagaimana

Kemudian segera cari bantuan jika tetap ada masalah dengan suasana hati

Dengarkan dan beri dorongan pada Ibu baru

Suami sebaiknya berbagi beban kerja di rumah

Kakek/nenek sebaiknya memberi ruang bagi orangtua baru

Bersama-sama kita akan membangun keluarga yang penuh kasih